Sumber: ASEAN Business Advisory Council Philippines |
Guna menyuburkan perdagangan dan memperkuat perekonomian, negara-negara yang memiliki kesamaan demografis maupun geografis cenderung melakukan kerjasama ekonomi. Ada NAFTA di Amerika Utara, EU di Eropa, dan ASEAN di Asia Tenggara yang termasuk Indonesia sebagai salah satu anggotanya.
Ada beberapa tahapan dalam kerjasama ekonomi ini. Pertama, mereka membentuk suatu blok perdagangan bebas (free trade). Dalam tahap ini, para negara anggota menerapkan bea ekspor dan impor yang rendah terhadap sesamanya. Selanjutnya, mereka bisa membentuk suatu common union, di mana mereka juga bersepakat untuk seragam menerapkan bea tinggi terhadap non-anggota. Tahap berikutnya adalah pembentukan pasar bersama atau pasar tunggal (common market). Dalam tahap ini dibuka bebas keran untuk aliran faktor-faktor produksi, yaitu aliran produk (barang dan jasa), modal, dan tenaga kerja.
Dalam konteks ASEAN, kita telah menerapkan kerjasama free trade dalam AFTA yang diberlakukan sejak 1992, antara lain kesepakatan untuk saling menerapkan bea sebesar 0-5% terhadap sesama negara anggota. Selanjutnya pada 2010 juga telah diterapkan kerjasama serupa antara ASEAN dengan Tiongkok (ACFTA), India (AIFTA), Korea (AKFTA), Jepang (AJCEP), serta Australia dan Selandia Baru (AANZFTA). Berikutnya, sebentar lagi kita akan memasuki era baru yang disebut dengan ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada akhir 2015.
Dampak diberlakukannya MEA
Konsekuensi utama diberlakukannya MEA adalah dibukanya aliran produk (barang dan jasa), modal, dan tenaga kerja secara bebas di antara negara-negara ASEAN. Kita akan bebas menjual produk ke negara-negara anggota lainnya, menanamkan investasi, termasuk menjadi pekerja maupun menerima pekerjaan di dan dari sana. Sebaliknya juga begitu. Produk-produk, investasi, dan tenaga kerja luar juga akan bebas masuk untuk berebut pasar di Indonesia.
Dengan kata lain, seluruh wilayah akan menjadi satu kesatuan pasar. Bagi pemain di dalam, ini berarti pasar akan semakin luas dan tidak terbatas dalam teritori negaranya saja. Misalnya untuk Indonesia, jika sebelumnya besar pasar dalam negeri sebesar 243 juta jiwa, bila MEA diterapkan besar pasar gabungannya akan menjadi 616,4 juta jiwa (IMF, 2012). Bagi yang kuat dan dapat bersaing, ini akan menjadi kesempatan besar untuk mengembangkan usaha ke negara-negara tetangga. Namun bagi yang masih lemah dan tidak dapat bersaing, ini akan bisa menjadi ancaman bagi kelanjutan usahanya bila tidak segera melakukan persiapan untuk menghadapinya.
Selain itu, dengan bertambah besarnya pasar, biaya produksi dan pemasaran juga akan semakin efisien. Ini bisa dicapai karena perusahaan dapat menaikkan skala operasionalnya. Jika sebelumnya memproduksi 10.000 unit untuk pasar dalam negeri misalnya, nantinya akan bisa meningkatkan efisiensi dengan memproduksi 50.000 unit untuk pasar ASEAN. Biaya produksi juga akan semakin rendah karena perusahaan dapat mengakses faktor-faktor produksi lintas negara secara bebas. Dengan semakin efisiennya produksi, harga akhir untuk konsumen pun akan semakin murah.
Diberlakukannya MEA juga akan menarik minat investasi pihak luar. Perusahaan-perusahaan asing akan senang untuk berinvestasi di negara yang menjadi bagian dari sebuah blok common market. Ini karena investasinya di negara itu akan sekaligus memberinya akses ke seluruh negara anggota dalam blok tersebut.
Kesempatan bagi UKM
Usaha berskala kecil dan menengah, biasa kita sebut UKM, memiliki keunggulan tersendiri dibanding perusahaan-perusahaan besar lokal maupun multinasional. Karena skalanya yang kecil, UKM bersifat lebih fleksibel dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan permintaan pasar. Produk-produk UKM juga biasanya menyasar ceruk pasar yang lebih spesifik dibandingkan perusahaan besar. Karena terkendala dana yang terbatas, untuk mengakses pasar luar negeri biasanya UKM memilih ekspor ketimbang melakukan penanaman modal asing (semisal membuka kantor atau pabrik di luar negeri). Dengan dibukanya akses melalui penerapan MEA, para pemain di skala UKM akan berkesempatan memasarkan produknya secara lebih mudah ke seluruh wilayah ASEAN.
Selain itu, masuknya investasi dari perusahaan-perusahaan multinasional juga membawa kesempatan tersendiri bagi UKM. Perusahaan-perusahaan besar itu tentu membutuhkan mitra usaha bagi kelancaran bisnis mereka, seperti kebutuhan akan pemasok dan penyalur. Kebutuhan ini dapat dipenuhi oleh para pelaku UKM di negara masing-masing maupun lintas negara. UKM di Indonesia dapat memasok bahan untuk perusahaan besar di Thailand, misalnya, juga sebaliknya dapat menjadi penyalur maupun pengecer produk-produk luar.
Kesempatan lain yang terbuka bagi pelaku UKM adalah akses terhadap faktor-faktor produksi menjadi lebih luas dan bebas, baik dalam sektor barang dan jasa, pembiayaan, maupun tenaga kerja. Dengan ini, UKM dapat mengembangkan bisnisnya dengan memilih mitra strategis tidak hanya dari dalam negeri, tetapi juga dari negara-negara lain.
Harus siap bersaing
UKM harus segera mempersiapkan diri menyambut MEA 2015. Menghadapi kondisi yang berubah, strategi pun harus diubah. Tiap-tiap pelaku UKM harus meninjau dan mempertimbangkan kembali model bisnisnya serta merumuskan langkah-langkah strategis untuk menjalankannya. Banyak faktor yang harus disesuaikan, seperti pada customer segments, channels, key resources, dan key partners.
Dari segi pemasaran, para pelaku UKM harus dapat membuat bisnisnya diketahui, disukai, dan dipercaya pasar. Bila pasar sudah suka dan percaya, niscaya mereka akan membeli. Sebaliknya, bila diketahui saja tidak, bagaimana mungkin mereka akan membeli.
Untuk dapat diketahui pasar, para pelaku UKM harus memudahkan target pelanggan menemukan mereka. Keberadaan di dunia maya harus dilakukan, mulai dari memiliki website, aktif di media sosial, hingga memasang info produk dan perusahaan di direktori-direktori online. Ikuti berbagai acara pameran dan promosi. Bahasa Inggris harus dikuasai agar komunikasi tidak terkendala. Lebih baik lagi jika juga menguasai bahasa tiap negara.
Selanjutnya, agar disukai dan dipercaya pasar, para pelaku UKM harus profesional dan akuntabel dalam operasional bisnisnya. Bekali perusahaan dengan pengetahuan dan penerapan manajemen yang baik (good corporate governance). Perhatikan juga aspek sosio-kultural tiap bangsa. Cermati hukum yang berlaku di masing-masing negara terkait dengan legalitas usaha. Berikan pelayanan yang melebihi ekpektasi pelanggan dan jangan sampai sebaliknya.
Kemudahan dalam pembiayaan juga akan sangat diperlukan bagi UKM untuk dapat mengembangkan bisnisnya. Perlu ada perhatian dan kebijakan khusus dari pemerintah dan lembaga-lembaga pembiayaan. Dengan adanya tambahan modal diharapkan para pelaku UKM dapat meningkatkan daya saing terhadap para kompetitor dari berbagai negara lain.
Di samping itu semua, dukungan dari negara juga tidak kalah penting. Negara harus dapat memfasilitasi para pelaku UKM dengan baik, antara lain dengan menyediakan akses terhadap informasi, pengembangan teknologi, kepastian hukum dalam kepemilikan dan sengketa, infrastruktur, serta program-program pendidikan kewirausahaan dan penyuluhan.
Dengan melakukan langkah-langkah di atas, diharapkan para pelaku UKM akan dapat mengoptimalkan kekuatan yang dimilikinya untuk mengambil berbagai peluang yang akan muncul di era MEA nanti. Persiapan harus dilakukan sejak dini agar UKM kita tidak hanya akan dapat bertahan di negeri sendiri, tetapi juga dapat bersaing menjadi pemain utama se-Asia Tenggara. []
No comments:
Post a Comment