Wednesday, May 28, 2014

Kapitalisme dan Meningkatnya Pengangguran di Amerika Serikat


Sekolah-sekolah menengah atas (SMA) di Amerika Serikat menerapkan pemisahan kelas siswa berdasarkan prestasi. Siswa yang tinggi nilainya dikelompokkan dengan para siswa "pintar" (biasa disebut "kelas unggulan"). Sementara siswa yang rendah nilainya dikelompokkan dengan para siswa "bodoh" lainnya.

Setelah selesai masa SMA, para siswa "pintar" banyak melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi. Selesai kuliah, berbagai kesempatan kerja pun terbuka lebar di hadapan mereka. Sementara para siswa "bodoh" umumnya tidak mampu menembus seleksi perguruan tinggi dan akhirnya tidak melanjutkan pendidikan. Mereka pun hanya dapat menjadi pekerja kasar (buruh) yang tidak memiliki keunggulan dalam kompetensi maupun kompetisi.

Dengan Prinsip Pareto (hukum 80-20), dapat kita katakan bahwa 80% pekerjaan tersedia bagi hanya 20% pencari kerja, yang tidak lain adalah para siswa "pintar" tadi. Sementara 20% sisanya diperebutkan oleh 80% pencari kerja, yang tidak lain adalah para siswa "bodoh" sisanya.

Di sisi lain, lapangan kerja bagi pekerja kasar di Amerika Serikat semakin sedikit. Ini karena tingginya upah membuat para pengusaha memindahkan pabrik-pabrik ke negara-negara lain yang upah pekerjanya jauh lebih rendah. Akibatnya, para siswa "bodoh" pun memperebutkan kue yang semakin kecil. Mereka yang tidak kebagian akhirnya menjadi pengangguran, gelandangan, bahkan tidak sedikit yang masuk dalam dunia kriminal.

Jika Amerika Serikat dengan sistem Kapitalisme-nya mempersilakan para pengusaha untuk keluar dengan bebas, lain halnya dengan Inggris. Saat merek Mini (merek induk dari Mini Cooper) dibeli oleh BMW yang merupakan perusahaan asal Jerman, pemerintah Inggris menetapkan bahwa pabrik harus tetap berada di Inggris. Begitu pula dengan Jepang yang tetap memiliki pabrik-pabrik yang dikhususkan untuk produksi barang-barang konsumsi dalam negeri. Lapangan pekerjaan pun tetap tersedia. Dua negara tersebut (Inggris dan Jepang) memang lebih sosialistik dalam kebijakan-kebijakan ekonominya.

Nah, bagaimana Islam mengatur kebijakan terkait hal ini untuk diterapkan kelak di bawah naungan #IslamicKhilafahState, Daulah Khilafah Islamiyah? Semoga dapat kita bahas di lain kesempatan.

No comments:

Post a Comment